Senin, 15 Desember 2008

penulisan skripsi

Proposal Penelitian Kualitatif (Skripsi)

Penelitian yang dimaksudkan untuk mengungkapkan gejala secara holistic-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif.

Ciri-ciri penelitian kualitatif mewarnai sifat dan bentuk laporannya. Oleh karena itu, laporan penelitian kualitatif disusun dalam bentuk narasi yang bersifat kreatif dan mendalam serta menunjukkan cirri-ciri naturalistic yang penuh keotentikan.

Format Proposal Penelitian Kualitatif

1. Konteks Penelitian atau Latar Belakang

Bagian ini memuat uraian tentang latar belakang penelitian, untuk maksud apa peelitian ini dilakukan, dan apa/siapa yang mengarahkan penelitian. (Lihat juga membuat pendahuluan skripsi )

2. Fokus Penelitian atau Rumusan Masalah

Fokus penelitian memuat rincian pernyataan tentang cakupan atau topik-topik pokok yang akan diungkap/digali dalam penelitian ini. Apabila digunakan istilah rumusan masalah, fokus penelitian berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian dan alasan diajukannya pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan ini diajukan untuk mengetahui gambaran apa yang akan diungkapkan di lapangan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus didukung oleh alasan-alasan mengapa hal tersebut ditampilkan.

Alasan-alasan ini harus dikemukakan secara jelas, sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang holistik, induktif, dan naturalistik yang berarti dekat sekali dengan gejala yang diteliti. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan setelah diadakan studi pendahuluan di lapangan

3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan sasaran hasil yang ingin dicapai dalam penelitian ini, sesuai dengan fokus yang telah dirumuskan.

4. Landasan Teori

Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan kenyataan di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”.

5. Kegunaan Penelitian

Pada bagian ini ditunjukkan kegunaan atau pentingnya penelitian terutama bagi pengembangan ilmu atau pelaksanaan pembangunan dalam arti luas. Dengan kata lain, uraian dalam subbab kegunaan penelitian berisi alasan kelayakan atas masalah yang diteliti. Dari uraian dalam bagian ini diharapkan dapat disimpulkan bahwa penelitian terhadap masalah yang dipilih memang layak untuk dilakukan.

6. Metode Penelitian

Bab ini memuat uraian tentang metode dan langkah-langkah penelitian secara operasional yang menyangkut pendekatan penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

a. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada bagian II peneliti perlu menjelaskan bahwa pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dan menyertakan alasan-alasan singkat mengapa pendekatan ini digunakan. Selain itu juga dikemukakan orientasi teoretik, yaitu landasan berfikir untuk memahami makna suatu gejala, misalnya fenomenologis, interaksi simbolik, kebudayaan, etnometodologis, atau kritik seni (hermeneutik). Peneliti juga perlu mengemukakan jenis penelitian yang digunakan apakah etnografis, studi kasus, grounded theory, interaktif, ekologis, partisipatoris, penelitian tindakan, atau penelitian kelas.

b. Kehadiran Peneliti

Dalam bagian ini perlu disebutkan bahwa peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Instrumen selain manusia dapat pula digunakan, tetapi fungsinya terbatas sebagai pendukung tugas peneliti sebagai instrumen. Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lapangan untuk penelitian kualitatif mutlak diperlukan. Kehadiran peneliti ini harus dilukiskan secara eksplisit dalam laopran penelitian. Perlu dijelaskan apakah peran peneliti sebagai partisipan penuh, pengamat partisipan, atau pengamat penuh. Di samping itu perlu disebutkan apakah kehadiran peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti oleh subjek atau informan.

c. Lokasi Penelitian

Uraian lokasi penelitian diisi dengan identifikasi karakteristik lokasi dan alasan memilih lokasi serta bagaimana peneliti memasuki lokasi tersebut. Lokasi hendaknya diuraikan secara jelas, misalnya letak geografis, bangunan fisik (jika perlu disertakan peta lokasi), struktur organisasi, program, dan suasana sehari-hari. Pemilihan lokasi harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan kemenarikan, keunikan, dan kesesuaian dengan topik yang dipilih. Dengan pemilihan lokasi ini, peneliti diharapkan menemukan hal-hal yang bermakna dan baru. Peneliti kurang tepat jika megutarakan alasan-alasan seperti dekat dengan rumah peneliti, peneliti pernah bekerja di situ, atau peneliti telah mengenal orang-orang kunci.

d. Sumber Data

Pada bagian ini dilaporkan jenis data, sumber data, da teknik penjaringan data dengan keterangan yang memadai. Uraian tersebut meliputi data apa saja yang dikumpulkan, bagaimana karakteristiknya, siapa yang dijadikan subjek dan informan penelitian, bagaimana ciri-ciri subjek dan informan itu, dan dengan cara bagaimana data dijaring, sehingga kredibilitasnya dapat dijamin. Misalnya data dijaring dari informan yang dipilih dengan teknik bola salju (snowball sampling).

Istilah pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif harus digunakan dengan penuh kehati-hatian. Dalam penelitian kualitatif tujuan pengambilan sampel adalah untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin, bukan untuk melakukan rampatan (generalisasi). Pengambilan sampel dikenakan pada situasi, subjek, informan, dan waktu.

e. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam bagian ini diuraikan teknik pengumpulan data yang digunakan, misalnya observasi partisipan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Terdapat dua dimensi rekaman data: fidelitas da struktur. Fidelitas mengandung arti sejauh mana bukti nyata dari lapangan disajikan (rekaman audio atau video memiliki fidelitas tinggi, sedangkan catatan lapangan memiliki fidelitas kurang). Dimensi struktur menjelaskan sejauh mana wawancara dan observasi dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Hal-hal yang menyangkut jenis rekaman, format ringkasan rekaman data, dan prosedur perekaman diuraikan pada bagian ini. Selain itu dikemukakan cara-cara untuk memastikan keabsahan data dengan triangulasi dan waktu yang diperlukan dalam pengumpulan data.

f. Analisis Data

Pada bagian analisis data diuraikan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip-transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan temuannya. Analisis ini melibatkan pengerjaan, pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola, pengungkapan hal yang penting, dan penentuan apa yang dilaporkan. Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data, dengan teknik-teknik misalnya analisis domain, analisis taksonomis, analisis komponensial, dan analisis tema. Dalam hal ini peneliti dapat menggunakan statistik nonparametrik, logika, etika, atau estetika. Dalam uraian tentang analisis data ini supaya diberikan contoh yang operasional, misalnya matriks dan logika. (lihat analisis )

g. Pengecekan Keabsahan Temuan

Bagian ini memuat uraian tentang usaha-usaha peneliti untuk memperoleh keabsahan temuannya. Agar diperoleh temuan dan interpretasi yang absah, maka perlu diteliti kredibilitasnya dengan mengunakan teknik-teknik perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, observasi yang diperdalam, triangulasi(menggunakan beberapa sumber, metode, peneliti, teori), pembahasan sejawat, analisis kasus negatif, pelacakan kesesuaian hasil, dan pengecekan anggota. Selanjutnya perlu dilakukan pengecekan dapat-tidaknya ditransfer ke latar lain (transferrability), ketergantungan pada konteksnya (dependability), dan dapat-tidaknya dikonfirmasikan kepada sumbernya (confirmability) .

h. Tahap-tahap Penelitian

Bagian ini menguraikann proses pelaksanaan penelitian mulai dari penelitian pendahuluan, pengembangan desain, penelitian sebenarnya, sampai pada penulisan laporan

7. Daftar Rujukan

Bahan pustaka yang dimasukkan dalam daftar rujukan harus sudah disebutkan dalam teks. Artinya, bahan pustaka yang hanya digunakan sebagai bahan bacaan tetapi tidak dirujuk dalam teks tidak dimasukkan dalam daftar rujukan. Sebaliknya, semua bahan pustaka yang disebutkan dalam skripsi, tesis, dan disertasi harus dicantumkan dalam daftar rujukan. Tatacara penulisan daftar rujukan.

Unsur yang ditulis secara berurutan meliputi:

1. nama penulis ditulis dengan urutan: nama akhir, nama awal, nama tengah, tanpa gelar akademik,

2. tahun penerbitan

3. judul, termasuk subjudul

4. kota tempat penerbitan, dan

5. nama penerbit.

Cara Membuat Rujukan Skripsi

Seringkali mahasiswa masih kebingungan dalam membuat daftar rujukan pada penelitiannya. Berikut ini cara membuat rujukan beserta contoh-contoh sumber rujukan yang dipakai dalam penelitian. diantara caranya adalah: 1) mulailah dengan studi-studi di bidang anda yang paling akhir yang dimuat dalam terbitan-terbitan terbaru dan kemudian bekerjalah mundur ke terbitan-terbitan sebelumnya. 2) Bacalah abstrak atau ringkasan suatu laporan terlebih dahulu untuk menetapkan apakah laporan itu relevan dengan masalah anda atau tidak. 3) Sebelum membuat catatan, baca jelajahilah (skim) laporan tersebut dengan cepat guna mengetahui bagian-bagian yang ada kaitannya dengan masalah anda. 4) Buatlah catatan langsung pada kartu catatan, karena kartu lebih mudah diseleksi dan disusun dari pada lembaran kertas, amplop dan sebagainya. 5) Tulislah referensi bibliografi secara lengkap untuk setiap karya. 6) Untuk memudahkan pemilihan dan penyusunan, jangan memasukkan lebih dari satu referensi pada setiap kartu. 7) Jangan lupa memberi tanda bagian mana yang merupakan kutipan langsung dari pengarang dan bagian mana yang merupakan susunan kata anda sendiri

Berikut ini beberapa contoh cara membuat rujukan yang berasal dari beberapa sumber, diantaranya: buku, jurnal, majalah, koran, dan lain-lain.

(1) Rujukan dari Buku

Ibrahim, Hamadah. 1987. Al-ittijahat al-mu’ashirah fi tadris al-lughah al-arabiyyah wa al-lughat al-hayyah al-ukhra li ghairi al-nathiqin biha. Al-Qahirah: Dar al-fikr al-arabi.

(2) Artikel dalam jurnal

Mahjudin, Aliudin. 2002. Liga Arab antara Harapan dan Kenyataan. Al-Hadharah: Bahasa, Sastra dan Budaya Arab, 2(1): 69-78.

(3) Artikel dalam Majalah atau Koran

Suryadarma. 1990. Prosesor dan Interface: Komunikasi Data. Info Komputer, IV (4): 46-48. Huda, M. 13 November, 1991. Menyiasati Krisis Listrik Musim Kering. Jawa Pos, hlm. 6.

(4) Rujukan dari Koran Tanpa Penulis

Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3.

(5) Rujukan dari Dokumen Resmi Pemerintah Tanpa Penulis dan Tanpa Lembaga

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.

(6) Rujukan dari Lembaga yang Ditulis Atas Nama Lembaga Tersebut

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

(7) Rujukan Berupa Karya Terjemahan

Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. Tanpa Tahun. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan Oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional.

(8) Rujukan Berupa Skripsi, Tesis, atau Disertasi

Murtadho, Nurul. 1991. Silabus Matakuliah Keterampilan Berbicara Dengan Pendekatan Komunikatif untuk Mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Arab JPBA FPBS IKIP Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana IKIP Malang.

(9) Rujukan Berupa Makalah Seminar, Penataran atau Lokakarya

Azhari, Abd. Rauf Dato’ Haji Hassa. 2004. Kebolehgunaan dan Kesesuaian Laman Web Arab dalam Penguasaan Bahasa Arab di Kalangan Penutur Melayu. Makalah disajikan dalam Seminar Internasional Pemanfaatan Self Access Center dan Internet untuk Pembelajaran Bahasa Arab di Era Global, Jurusan Sastra Arab FS UM, Malang, 27 Oktober 2004.

(10) Rujukan dari Internet

Al-afghani, Said. 2003. Al-Mujaz fi Qawaid al-Lughah al-Arabiyyah, (Online) (http://www.manarcom.com, diakses 17 Desember 2004).

Minggu, 14 Desember 2008

makalah psikologi massa

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak awal mula manusia tentu sudah punya jiwa. Tapi ilmu jiwa atau psikologi terhitung barang baru. Karena itu kita mengenal Slamet Imam Santoso sebagai “bapak” psikologi di Indonesia.

Psikologi merupakan disiplin yang beranekaragam dan memiliki berbagai cabangan spesialisasi, seperti: psikologi kepribadian, psikologi sosial, psikologi industri, psikologi penyuluhan, psikologi abnormal, psikologi fisiologis, psikologi klinis, psikologi arkitektural, psikologi humanistis, psikologi pendidikan, dan seterusnya. Mungkin di situ kita tidak menjumpai defenisi khusus ‘psikologi massa’. Tetapi jika ‘massa’ itu dipahami sebagai masyarakat atau komunitas, kita akan menemukan ruangnya pada psikologi sosial itu sendiri.

Psikolgi massa merupakan bagian dari psikologi sosial yg mempelajari teori dan konsep-konsep mengenai kelompok dan kaitannya dengan perilaku untuk menjelaskan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dgn kelompok dengan menggunakan metode dan teori-teori psikologi.

.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Psikologi adalah ilmu tentang perilaku dan proses mental. Massa dapat diartikan sebagai bentuk kolektivisme (kebersamaan). Oleh karena itu psikologi massa akan berhubungan perilaku yang dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok massa. Fenomena kebersamaan ini diistilahkan pula sebagai Perilaku Kolektif (Collective Behavior)

Dalam perilaku kolektif, seseorang atau sekelompok orang ingin melakukan perubahan sosial dalam kelompoknya, institusinya, masyarakatnya. Tindakan kelompok ini ada yang diorganisir, dan ada juga tindakan yang tidak diorganisir. Tindakan yang terorganisir inilah yang kemudian banyak dikenal orang sebagai gerakan social (Social Movement).

Perilaku kolektif yang berupa gerakan sosial, seringkali muncul ketika dalam interaksi sosial itu terjadi situasi yang tidak terstruktur, ambigious (ketaksaan/ membingungkan), dan tidak stabil.

Reicher & Potter (1985) mengidentifikasi adanya lima tipe kesalahan mendasar dalam psikologi tentang kerumunan (perilaku massa) di masa lalu dan masa kini. Kesalahan-kesalahan itu, meliputi yaitu:

(1) abstraksi tentang episode kerumunan bersumber dari konflik antar-kelompok,

(2) kegagalan untuk menjelaskan proses dinamikanya,

(3) terlalu dibesar-besarkannya anonimitas keanggotaannya,

(4) kegagalan memahami motif anggota kerumunan,

(5) selalu menekankan pada aspek negatif dari kerumunan.

Reicher (1987), Reicher & Potter (1985) selama ini melihat adanya dua (2) bentuk bias dalam memandang teori kerumunan (crowds) yaitu bias politik dan bias perspektif. Bias politik terjadi karena teori kerumunan disusun sebagai usaha mempertahankan tatanan sosial dari mob dan tindakan kerumunan selalu dipandang sebagai konflik sosial. Sementara itu bias perspektif terjadi karena para ahli hanya berperan sebagai orang luar (outsider) yang hanya mengamati masalah tersebut. Akibatnya, terjadi kesalahan dalam memandang tindakan kerumunan secara objektif.

B. Kondisi-Kondisi Pembentuk Perilaku Massa

Neil Smelser mengidentifikasi beberapa kondisi yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif , diantaranya:

1. Structural conduciveness: beberapa struktur sosial yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif, seperti: pasar, tempat umum, tempat peribadatan, mall, dst

2. Structural Strain: yaitu munculnya ketegangan dlam masyarakat yang muncul secara tersturktur. Misalnya: antar pendukng kontestan pilkada. .

3. Generalized beliefs : share interpretation of event

4. Precipitating factors: ada kejadian pemicu (triggering incidence). Misal ada pencurian, ada kecelakaan, ada

5. Mobilization for actions: adanya mobilisasi massa. Misalmya : aksi buruh, rapat umum suatu ormas, dst

6. Failure of Social Control – akibat agen yang ditugaskan melakukan kontrol sosial tidak berjalan dengan baik.

C. Macam-Macam Bentuk Perilaku Kolektif

A. Crowd (kerumunan)

Secara deskriptif Milgram (1977) melihat kerumunan (crowd) sebagai

1. Sekelompok orang yang membentuk agregasi (kumpulan),

2. Jumlahnya semakin lama semakin meningkat,

3. Orang-orang ini mulai membuat suatu bentuk baru (seperti lingkaran),

4. Memiliki distribusi diri yang bergabung pada suatu saat dan tempat tertentu dengan lingkaran (boundary) yang semakin jelas

5. Titik pusatnya permeable dan saling mendekat.

Ada beberapa bentuk kerumunan (Crowd) yang ada dalam masyarakat:

1. Temporary Crowd : orang yang berada pada situasi saling berdekatan di suatu tempat dan pada situasi sesaat

2. Casual Crowd : sekelompok orang yang berada di ujung jalan dan tidak memiliki maksud apa-apa

3. Conventional Crowd : audience yang sedang mendengarkan ceramah

4. Expressive Crowd: sekumpulan orang yang sedang nonton konser musik yang menari sambil sesekali ikut melantunkan lagu

5. Acting Crowd atau rioting crowd : sekelompok massa yang melakukan tindakan kekerasan

6. Solidaristic Crowd: kesatuan massa yang munculnya karena didasari oleh kesamaan ideologi

B. Mob

Adalah kerumunanan (Crowds) yang emosional yang cenderung melakukan kekerasan/penyimpangan (violence) dan tindakan destruktif. Umumnya mereka melakukan tindakan melawan tatanan sosial yang ada secara langsung. Hal ini muncul karena adanya rasa ketidakpuasan, ketidakadilan, frustrasi, adanya perasaan dicederai oleh institusi yang telah mapan atau lebih tinggi. Bila mob ini dalam skala besar, maka bentuknya menjadi kerusuhan massa. Mereka melakukan pengrusakan fasilitas umum dan apapun yang dipandang menjadi sasaran kemarahanannya.

C. Panic

Adalah bentuk perilaku kolektif yang tindakannya merupakan reaksi terhadap ancaman yang muncul di dalam kelompok tersebut. Biasanya berhubungan dengan kejadian-kejadian bencana (disaster). Tindakan reaksi massa ini cenderung terjadi pada awal suatu kejadian, dan hal ini tidak terjadi ketika mereka mulai tenang. Bentuk lebih parah dari kejadian panik ini adalah Histeria Massa. Pada histeria massa ini terjadi kecemasan yang berlebihan dalam masyarakat. misalnya munculnya isue tsunami, banjur.

D. Rumor

Adalah suatu informasi yang tidak dapat dibuktikan, dan dikomunikasikan yang muncul dari satu orang kepada orang lain (isu sosial). Umumnya terjadi pada situasi dimana orang seringkali kekurangan informasi untuk membuat interpretasi yang lebih komprehensif. Media yang digunakan umumnya adalah telepon.

E. Opini public

Adalah sekelompok orang yang memiliki pendapat beda mengenai sesuatu hal dalam masyarakat. Dalam opini publik ini antara kelompok masyarakat terjadi perbedaan pandangan / perspektif. Konflik bisa sangat potensial terjadi pada masyarakat yang kurang memahami akan masalah yang menjadi interes dalam masayarakat tersebut. Contoh adalah adanya perbedaan pendangan antar masyarakat tentang hukuman mati, pemilu, penetapan undang-undang tertentu, dan sebagainya. Bentuknya biasanya berupa informasi yang beda, namun dalam kenyataannya bisa menjadi stimulator konflik dalam masyarakat.

F. Propaganda

Adalah informasi atau pandangan yang sengaja digunakan untuk menyampaikan atau membentuk opini publik. Biasanya diberikan oleh sekelompok orang, organisasi, atau masyarakat yang ingin tercapai tujuannya. Media komunikasi banyak digunakan untuk melalukan propaganda ini. Kadangkala juga berupa pertemuan kelompok (crowds).Penampilan dari public figure kadang kala menjadi senjata yang ampuh untuk melakukan proraganda ini.

D. Hubungan Antara Perilaku Massa Dengan Agresi

Banyak pandangan yang menyatakan bahwa perilaku kolektif berkatian erat dengan tindakan agresi / kekerasan. Bahkan sejumlah studi banyak dilakukan untuk melihat pengaruh berkumpulnya orang dalam massa terhadap kekerasan yang ditimbulkannya. Pendekatan keamanan selama ini juga selalu memandang bahwa adanya kumpulan orang selalu disikapi sebagai bentuk potensi konflik, dan kadangkala tindakan antisipasi yang dilakukannya sangat berlebihan. Ciri penting yang harus dipahami petugas apakah kumpulan dapat mengakibatkan potensi konflik?

1. Apakah terjadi kebangkitan emosi (arousal) massa yang sangat signifikan? Bila mereka sangat antusias dengan yel-yel dan gerakan yang menyinggung harga diri kelompok maka perlu dibutuhkan upaya kesabaran namun waspada.

2. Apakah ada stimulator / pemicu dari lingkungan yang membahayakan? Alat agresi apakah muncul dalam kerumunan massa tu. Batu, pentungan, senjata tajam, dll, sangat mendorong munculnya kekerasan.

3. Apakah ada provokator yang terorganisir? Provokator selalu menyemangati para anggota kelompoknya untuk tetap melakukan tindakan demonstrasi.

4. Apakah situasinya panas atau hujan? Situasi panas dapat membuat situasi tidak nyaman, dan situasi ini dapat mudah menyulut kekerasan.

5. Apakah munculnya sesaat atau bersifat kronis? Perilaku kolektif yang munculnya sesaat umumnya tidak menimbulkan agresi, terkecuali memang sudah ada konflik didalamnya.

6. Adakah keberpihakan dalam perilaku kolektif ?Konsep ini muncul dari adanya pemahamana bahwa bila ada dua kelompok atau lebih yang sedang berkompetisi, maka mereka akan saling berusaha untuk mengalahkan yang lain

7. Adakah motif dasar yang melatarbelakangi munculnya perilaku kolektif?Perilaku kolektif akan menjadi sangat berbahaya apabila dalam kolektivitasnya itu dipicu oleh masalah kebutuhan pokok.

8. Apakah ada organisasi yang mensponsori? Kekerasan akan semakin meningkat konstelasinya apabila ada dukungan sponsorship yang kuat, sehingga perilaku kolektif ini akan berlangsung lama. Oleh karena itu, kesiapan logistik yang cukup harus dilakukan dan dicarinya upaya strategi yang tepat untuk mengatasinya.

E. Teori-Teori Perilaku Kolektif

Dalam tulisan ini, ada tiga teori yang seringkali digunakan untuk menjelaskan kejadian perilaku massa.

1. Social Contagion Theory (Teori Penularan sosial) menyatakan bahwa orang akan mudah tertular perilaku orang lain dalam situasi sosial massa. mereka melakukan tindakan meniru/imitasi.

2. Emergence Norm Theory: menyatakan bahwa perilaku didasari oleh norma kelompok, maka dalam perilaku kelompok ada norma sosial mereka yang akan ditonjolkannya. Bila norma ini dipandang sesuai dengan keyakinannya, dan berseberangan dengan nilai / norma aparat yang bertugas, maka konflik horizontal akan terjadi.

3. Convergency Theory: menyatakan bahwa kerumunan massa akan terjadi pada suatu kejadian dimana ketika mereka berbagi (convergence) pemikiran dalam menginterpretasi suatu kejadian. Orang akan mengumpul bila mereka memiliki minat yang sama dan mereka akan terpanggil untuk berpartisipasi

4. Deindivuation Theory, menyatakan bahwa ketika orang dalam kerumunan, maka mereka akan ”mneghilangkan” jati dirinya, dan kemudian menyatu ke dalam jiwa massa.

F. Bagaimana Cara Menyikapi Perilaku Massa

1. Memahami bentuk perilaku kolektif

2. Memahami motif perilaku kolektif

3. Perencanaan penyelesaian yang matang

4. Kesiaan mental petugas

5. Pengendalian diri yang baik

6. Keberanian dalam bersikap

BAB II

KESIMPULAN

Psikologi massa pembahasan yang berhubungan dengan perilaku yang dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok massa. Dalam perilaku kolektif, seseorang atau sekelompok orang ingin melakukan perubahan sosial dalam kelompoknya, institusinya, masyarakatnya.

Neil Smelser menyebutkan ada beberapa kondisi yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif yaitu:

1. Failure of Social Control

2. Structural conduciveness

3. Structural Strain

4. Generalized beliefs

5. Precipitating factors

6. Mobilization for actions

Macam-Macam Bentuk Perilaku Kolektif, meliputi: 1) Crowd (kerumunan), 2) Mob,

3) Panic, 4) Rumor, 5) Opini public, 6) Propaganda.

Teori-Teori Perilaku Kolektif yang meliputi: 1)Social Contagion Theory (Teori Penularan sosial), 2) Emergence Norm Theory, 3) Convergency Theory, 4) Deindivuation Theory.

DAFTAR LITERATUR

· Widayatun TR, Ilmu Perilaku, 1999, Sagung Seto

· Harrison, Albert A., 1976, Individual and Group,Understanding Social behavior, Brooks/Cole Publishing Company, California

· Jonhson, David W.; Johnson, Frank P., 19982, Joining Together, Group Theory and Group Skill, Second Edition, Prentice-Hall, Inc., New Jersey

· Shaw, M.E., 1977, Group Dynamics, The Psychology of Small Group Behavior, McGraw-Hill, Inc., New York

· Wirawan, Sarlito, 1997, Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan, Universitas Indonesia, Jakarta

makalah psikologi massa

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak awal mula manusia tentu sudah punya jiwa. Tapi ilmu jiwa atau psikologi terhitung barang baru. Karena itu kita mengenal Slamet Imam Santoso sebagai “bapak” psikologi di Indonesia.

Psikologi merupakan disiplin yang beranekaragam dan memiliki berbagai cabangan spesialisasi, seperti: psikologi kepribadian, psikologi sosial, psikologi industri, psikologi penyuluhan, psikologi abnormal, psikologi fisiologis, psikologi klinis, psikologi arkitektural, psikologi humanistis, psikologi pendidikan, dan seterusnya. Mungkin di situ kita tidak menjumpai defenisi khusus ‘psikologi massa’. Tetapi jika ‘massa’ itu dipahami sebagai masyarakat atau komunitas, kita akan menemukan ruangnya pada psikologi sosial itu sendiri.

Psikolgi massa merupakan bagian dari psikologi sosial yg mempelajari teori dan konsep-konsep mengenai kelompok dan kaitannya dengan perilaku untuk menjelaskan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dgn kelompok dengan menggunakan metode dan teori-teori psikologi.

.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Psikologi adalah ilmu tentang perilaku dan proses mental. Massa dapat diartikan sebagai bentuk kolektivisme (kebersamaan). Oleh karena itu psikologi massa akan berhubungan perilaku yang dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok massa. Fenomena kebersamaan ini diistilahkan pula sebagai Perilaku Kolektif (Collective Behavior)

Dalam perilaku kolektif, seseorang atau sekelompok orang ingin melakukan perubahan sosial dalam kelompoknya, institusinya, masyarakatnya. Tindakan kelompok ini ada yang diorganisir, dan ada juga tindakan yang tidak diorganisir. Tindakan yang terorganisir inilah yang kemudian banyak dikenal orang sebagai gerakan social (Social Movement).

Perilaku kolektif yang berupa gerakan sosial, seringkali muncul ketika dalam interaksi sosial itu terjadi situasi yang tidak terstruktur, ambigious (ketaksaan/ membingungkan), dan tidak stabil.

Reicher & Potter (1985) mengidentifikasi adanya lima tipe kesalahan mendasar dalam psikologi tentang kerumunan (perilaku massa) di masa lalu dan masa kini. Kesalahan-kesalahan itu, meliputi yaitu:

(1) abstraksi tentang episode kerumunan bersumber dari konflik antar-kelompok,

(2) kegagalan untuk menjelaskan proses dinamikanya,

(3) terlalu dibesar-besarkannya anonimitas keanggotaannya,

(4) kegagalan memahami motif anggota kerumunan,

(5) selalu menekankan pada aspek negatif dari kerumunan.

Reicher (1987), Reicher & Potter (1985) selama ini melihat adanya dua (2) bentuk bias dalam memandang teori kerumunan (crowds) yaitu bias politik dan bias perspektif. Bias politik terjadi karena teori kerumunan disusun sebagai usaha mempertahankan tatanan sosial dari mob dan tindakan kerumunan selalu dipandang sebagai konflik sosial. Sementara itu bias perspektif terjadi karena para ahli hanya berperan sebagai orang luar (outsider) yang hanya mengamati masalah tersebut. Akibatnya, terjadi kesalahan dalam memandang tindakan kerumunan secara objektif.

B. Kondisi-Kondisi Pembentuk Perilaku Massa

Neil Smelser mengidentifikasi beberapa kondisi yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif , diantaranya:

1. Structural conduciveness: beberapa struktur sosial yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif, seperti: pasar, tempat umum, tempat peribadatan, mall, dst

2. Structural Strain: yaitu munculnya ketegangan dlam masyarakat yang muncul secara tersturktur. Misalnya: antar pendukng kontestan pilkada. .

3. Generalized beliefs : share interpretation of event

4. Precipitating factors: ada kejadian pemicu (triggering incidence). Misal ada pencurian, ada kecelakaan, ada

5. Mobilization for actions: adanya mobilisasi massa. Misalmya : aksi buruh, rapat umum suatu ormas, dst

6. Failure of Social Control – akibat agen yang ditugaskan melakukan kontrol sosial tidak berjalan dengan baik.

C. Macam-Macam Bentuk Perilaku Kolektif

A. Crowd (kerumunan)

Secara deskriptif Milgram (1977) melihat kerumunan (crowd) sebagai

1. Sekelompok orang yang membentuk agregasi (kumpulan),

2. Jumlahnya semakin lama semakin meningkat,

3. Orang-orang ini mulai membuat suatu bentuk baru (seperti lingkaran),

4. Memiliki distribusi diri yang bergabung pada suatu saat dan tempat tertentu dengan lingkaran (boundary) yang semakin jelas

5. Titik pusatnya permeable dan saling mendekat.

Ada beberapa bentuk kerumunan (Crowd) yang ada dalam masyarakat:

1. Temporary Crowd : orang yang berada pada situasi saling berdekatan di suatu tempat dan pada situasi sesaat

2. Casual Crowd : sekelompok orang yang berada di ujung jalan dan tidak memiliki maksud apa-apa

3. Conventional Crowd : audience yang sedang mendengarkan ceramah

4. Expressive Crowd: sekumpulan orang yang sedang nonton konser musik yang menari sambil sesekali ikut melantunkan lagu

5. Acting Crowd atau rioting crowd : sekelompok massa yang melakukan tindakan kekerasan

6. Solidaristic Crowd: kesatuan massa yang munculnya karena didasari oleh kesamaan ideologi

B. Mob

Adalah kerumunanan (Crowds) yang emosional yang cenderung melakukan kekerasan/penyimpangan (violence) dan tindakan destruktif. Umumnya mereka melakukan tindakan melawan tatanan sosial yang ada secara langsung. Hal ini muncul karena adanya rasa ketidakpuasan, ketidakadilan, frustrasi, adanya perasaan dicederai oleh institusi yang telah mapan atau lebih tinggi. Bila mob ini dalam skala besar, maka bentuknya menjadi kerusuhan massa. Mereka melakukan pengrusakan fasilitas umum dan apapun yang dipandang menjadi sasaran kemarahanannya.

C. Panic

Adalah bentuk perilaku kolektif yang tindakannya merupakan reaksi terhadap ancaman yang muncul di dalam kelompok tersebut. Biasanya berhubungan dengan kejadian-kejadian bencana (disaster). Tindakan reaksi massa ini cenderung terjadi pada awal suatu kejadian, dan hal ini tidak terjadi ketika mereka mulai tenang. Bentuk lebih parah dari kejadian panik ini adalah Histeria Massa. Pada histeria massa ini terjadi kecemasan yang berlebihan dalam masyarakat. misalnya munculnya isue tsunami, banjur.

D. Rumor

Adalah suatu informasi yang tidak dapat dibuktikan, dan dikomunikasikan yang muncul dari satu orang kepada orang lain (isu sosial). Umumnya terjadi pada situasi dimana orang seringkali kekurangan informasi untuk membuat interpretasi yang lebih komprehensif. Media yang digunakan umumnya adalah telepon.

E. Opini public

Adalah sekelompok orang yang memiliki pendapat beda mengenai sesuatu hal dalam masyarakat. Dalam opini publik ini antara kelompok masyarakat terjadi perbedaan pandangan / perspektif. Konflik bisa sangat potensial terjadi pada masyarakat yang kurang memahami akan masalah yang menjadi interes dalam masayarakat tersebut. Contoh adalah adanya perbedaan pendangan antar masyarakat tentang hukuman mati, pemilu, penetapan undang-undang tertentu, dan sebagainya. Bentuknya biasanya berupa informasi yang beda, namun dalam kenyataannya bisa menjadi stimulator konflik dalam masyarakat.

F. Propaganda

Adalah informasi atau pandangan yang sengaja digunakan untuk menyampaikan atau membentuk opini publik. Biasanya diberikan oleh sekelompok orang, organisasi, atau masyarakat yang ingin tercapai tujuannya. Media komunikasi banyak digunakan untuk melalukan propaganda ini. Kadangkala juga berupa pertemuan kelompok (crowds).Penampilan dari public figure kadang kala menjadi senjata yang ampuh untuk melakukan proraganda ini.

D. Hubungan Antara Perilaku Massa Dengan Agresi

Banyak pandangan yang menyatakan bahwa perilaku kolektif berkatian erat dengan tindakan agresi / kekerasan. Bahkan sejumlah studi banyak dilakukan untuk melihat pengaruh berkumpulnya orang dalam massa terhadap kekerasan yang ditimbulkannya. Pendekatan keamanan selama ini juga selalu memandang bahwa adanya kumpulan orang selalu disikapi sebagai bentuk potensi konflik, dan kadangkala tindakan antisipasi yang dilakukannya sangat berlebihan. Ciri penting yang harus dipahami petugas apakah kumpulan dapat mengakibatkan potensi konflik?

1. Apakah terjadi kebangkitan emosi (arousal) massa yang sangat signifikan? Bila mereka sangat antusias dengan yel-yel dan gerakan yang menyinggung harga diri kelompok maka perlu dibutuhkan upaya kesabaran namun waspada.

2. Apakah ada stimulator / pemicu dari lingkungan yang membahayakan? Alat agresi apakah muncul dalam kerumunan massa tu. Batu, pentungan, senjata tajam, dll, sangat mendorong munculnya kekerasan.

3. Apakah ada provokator yang terorganisir? Provokator selalu menyemangati para anggota kelompoknya untuk tetap melakukan tindakan demonstrasi.

4. Apakah situasinya panas atau hujan? Situasi panas dapat membuat situasi tidak nyaman, dan situasi ini dapat mudah menyulut kekerasan.

5. Apakah munculnya sesaat atau bersifat kronis? Perilaku kolektif yang munculnya sesaat umumnya tidak menimbulkan agresi, terkecuali memang sudah ada konflik didalamnya.

6. Adakah keberpihakan dalam perilaku kolektif ?Konsep ini muncul dari adanya pemahamana bahwa bila ada dua kelompok atau lebih yang sedang berkompetisi, maka mereka akan saling berusaha untuk mengalahkan yang lain

7. Adakah motif dasar yang melatarbelakangi munculnya perilaku kolektif?Perilaku kolektif akan menjadi sangat berbahaya apabila dalam kolektivitasnya itu dipicu oleh masalah kebutuhan pokok.

8. Apakah ada organisasi yang mensponsori? Kekerasan akan semakin meningkat konstelasinya apabila ada dukungan sponsorship yang kuat, sehingga perilaku kolektif ini akan berlangsung lama. Oleh karena itu, kesiapan logistik yang cukup harus dilakukan dan dicarinya upaya strategi yang tepat untuk mengatasinya.

E. Teori-Teori Perilaku Kolektif

Dalam tulisan ini, ada tiga teori yang seringkali digunakan untuk menjelaskan kejadian perilaku massa.

1. Social Contagion Theory (Teori Penularan sosial) menyatakan bahwa orang akan mudah tertular perilaku orang lain dalam situasi sosial massa. mereka melakukan tindakan meniru/imitasi.

2. Emergence Norm Theory: menyatakan bahwa perilaku didasari oleh norma kelompok, maka dalam perilaku kelompok ada norma sosial mereka yang akan ditonjolkannya. Bila norma ini dipandang sesuai dengan keyakinannya, dan berseberangan dengan nilai / norma aparat yang bertugas, maka konflik horizontal akan terjadi.

3. Convergency Theory: menyatakan bahwa kerumunan massa akan terjadi pada suatu kejadian dimana ketika mereka berbagi (convergence) pemikiran dalam menginterpretasi suatu kejadian. Orang akan mengumpul bila mereka memiliki minat yang sama dan mereka akan terpanggil untuk berpartisipasi

4. Deindivuation Theory, menyatakan bahwa ketika orang dalam kerumunan, maka mereka akan ”mneghilangkan” jati dirinya, dan kemudian menyatu ke dalam jiwa massa.

F. Bagaimana Cara Menyikapi Perilaku Massa

1. Memahami bentuk perilaku kolektif

2. Memahami motif perilaku kolektif

3. Perencanaan penyelesaian yang matang

4. Kesiaan mental petugas

5. Pengendalian diri yang baik

6. Keberanian dalam bersikap

BAB II

KESIMPULAN

Psikologi massa pembahasan yang berhubungan dengan perilaku yang dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok massa. Dalam perilaku kolektif, seseorang atau sekelompok orang ingin melakukan perubahan sosial dalam kelompoknya, institusinya, masyarakatnya.

Neil Smelser menyebutkan ada beberapa kondisi yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif yaitu:

1. Failure of Social Control

2. Structural conduciveness

3. Structural Strain

4. Generalized beliefs

5. Precipitating factors

6. Mobilization for actions

Macam-Macam Bentuk Perilaku Kolektif, meliputi: 1) Crowd (kerumunan), 2) Mob,

3) Panic, 4) Rumor, 5) Opini public, 6) Propaganda.

Teori-Teori Perilaku Kolektif yang meliputi: 1)Social Contagion Theory (Teori Penularan sosial), 2) Emergence Norm Theory, 3) Convergency Theory, 4) Deindivuation Theory.

DAFTAR LITERATUR

· Widayatun TR, Ilmu Perilaku, 1999, Sagung Seto

· Harrison, Albert A., 1976, Individual and Group,Understanding Social behavior, Brooks/Cole Publishing Company, California

· Jonhson, David W.; Johnson, Frank P., 19982, Joining Together, Group Theory and Group Skill, Second Edition, Prentice-Hall, Inc., New Jersey

· Shaw, M.E., 1977, Group Dynamics, The Psychology of Small Group Behavior, McGraw-Hill, Inc., New York

· Wirawan, Sarlito, 1997, Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan, Universitas Indonesia, Jakarta