BAB I
PENDAHULUAN
Sejak awal mula manusia tentu sudah punya jiwa. Tapi ilmu jiwa atau psikologi terhitung barang baru. Karena itu kita mengenal Slamet Imam Santoso sebagai “bapak” psikologi di Indonesia .
Psikologi merupakan disiplin yang beranekaragam dan memiliki berbagai cabangan spesialisasi, seperti: psikologi kepribadian, psikologi sosial, psikologi industri, psikologi penyuluhan, psikologi abnormal, psikologi fisiologis, psikologi klinis, psikologi arkitektural, psikologi humanistis, psikologi pendidikan, dan seterusnya. Mungkin di situ kita tidak menjumpai defenisi khusus ‘psikologi massa ’. Tetapi jika ‘massa ’ itu dipahami sebagai masyarakat atau komunitas, kita akan menemukan ruangnya pada psikologi sosial itu sendiri.
Psikolgi massa merupakan bagian dari psikologi sosial yg mempelajari teori dan konsep-konsep mengenai kelompok dan kaitannya dengan perilaku untuk menjelaskan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dgn kelompok dengan menggunakan metode dan teori-teori psikologi.
.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Psikologi adalah ilmu tentang perilaku dan proses mental.
Dalam perilaku kolektif, seseorang atau sekelompok orang ingin melakukan perubahan sosial dalam kelompoknya, institusinya, masyarakatnya. Tindakan kelompok ini ada yang diorganisir, dan ada juga tindakan yang tidak diorganisir. Tindakan yang terorganisir inilah yang kemudian banyak dikenal orang sebagai gerakan social (Social Movement).
Perilaku kolektif yang berupa gerakan sosial, seringkali muncul ketika dalam interaksi sosial itu terjadi situasi yang tidak terstruktur, ambigious (ketaksaan/ membingungkan), dan tidak stabil.
Reicher & Potter (1985) mengidentifikasi adanya
(1) abstraksi tentang episode kerumunan bersumber dari konflik antar-kelompok,
(2) kegagalan untuk menjelaskan proses dinamikanya,
(3) terlalu dibesar-besarkannya anonimitas keanggotaannya,
(4) kegagalan memahami motif anggota kerumunan,
(5) selalu menekankan pada aspek negatif dari kerumunan.
Reicher (1987), Reicher & Potter (1985) selama ini melihat adanya dua (2) bentuk bias dalam memandang teori kerumunan (crowds) yaitu bias politik dan bias perspektif. Bias politik terjadi karena teori kerumunan disusun sebagai usaha mempertahankan tatanan sosial dari mob dan tindakan kerumunan selalu dipandang sebagai konflik sosial. Sementara itu bias perspektif terjadi karena para ahli hanya berperan sebagai orang luar (outsider) yang hanya mengamati masalah tersebut. Akibatnya, terjadi kesalahan dalam memandang tindakan kerumunan secara objektif.
B. Kondisi-Kondisi Pembentuk Perilaku Massa
Neil Smelser mengidentifikasi beberapa kondisi yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif , diantaranya:
1. Structural conduciveness: beberapa struktur sosial yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif, seperti: pasar, tempat umum, tempat peribadatan, mall, dst
2. Structural Strain: yaitu munculnya ketegangan dlam masyarakat yang muncul secara tersturktur. Misalnya: antar pendukng kontestan pilkada. .
3. Generalized beliefs : share interpretation of event
4. Precipitating factors: ada kejadian pemicu (triggering incidence). Misal ada pencurian, ada kecelakaan, ada
5. Mobilization for actions: adanya mobilisasi
6. Failure of Social Control – akibat agen yang ditugaskan melakukan kontrol sosial tidak berjalan dengan baik.
C. Macam-Macam Bentuk Perilaku Kolektif
A. Crowd (kerumunan)
Secara deskriptif Milgram (1977) melihat kerumunan (crowd) sebagai
1. Sekelompok orang yang membentuk agregasi (kumpulan),
2. Jumlahnya semakin lama semakin meningkat,
3. Orang-orang ini mulai membuat suatu bentuk baru (seperti lingkaran),
4. Memiliki distribusi diri yang bergabung pada suatu saat dan tempat tertentu dengan lingkaran (boundary) yang semakin jelas
5. Titik pusatnya permeable dan saling mendekat.
1. Temporary Crowd : orang yang berada pada situasi saling berdekatan di suatu tempat dan pada situasi sesaat
2. Casual Crowd : sekelompok orang yang berada di ujung jalan dan tidak memiliki maksud apa-apa
3. Conventional Crowd : audience yang sedang mendengarkan ceramah
4. Expressive Crowd: sekumpulan orang yang sedang nonton konser musik yang menari sambil sesekali ikut melantunkan lagu
5. Acting Crowd atau rioting crowd : sekelompok
6. Solidaristic Crowd: kesatuan
B. Mob
Adalah kerumunanan (Crowds) yang emosional yang cenderung melakukan kekerasan/penyimpangan (violence) dan tindakan destruktif. Umumnya mereka melakukan tindakan melawan tatanan sosial yang ada secara langsung. Hal ini muncul karena adanya rasa ketidakpuasan, ketidakadilan, frustrasi, adanya perasaan dicederai oleh institusi yang telah mapan atau lebih tinggi. Bila mob ini dalam skala besar, maka bentuknya menjadi kerusuhan
C. Panic
Adalah bentuk perilaku kolektif yang tindakannya merupakan reaksi terhadap ancaman yang muncul di dalam kelompok tersebut. Biasanya berhubungan dengan kejadian-kejadian bencana (disaster). Tindakan reaksi
D. Rumor
Adalah suatu informasi yang tidak dapat dibuktikan, dan dikomunikasikan yang muncul dari satu orang kepada orang lain (isu sosial). Umumnya terjadi pada situasi dimana orang seringkali kekurangan informasi untuk membuat interpretasi yang lebih komprehensif. Media yang digunakan umumnya adalah telepon.
E. Opini public
Adalah sekelompok orang yang memiliki pendapat beda mengenai sesuatu hal dalam masyarakat. Dalam opini publik ini antara kelompok masyarakat terjadi perbedaan pandangan / perspektif. Konflik bisa sangat potensial terjadi pada masyarakat yang kurang memahami akan masalah yang menjadi interes dalam masayarakat tersebut. Contoh adalah adanya perbedaan pendangan antar masyarakat tentang hukuman mati, pemilu, penetapan undang-undang tertentu, dan sebagainya. Bentuknya biasanya berupa informasi yang beda, namun dalam kenyataannya bisa menjadi stimulator konflik dalam masyarakat.
F. Propaganda
Adalah informasi atau pandangan yang sengaja digunakan untuk menyampaikan atau membentuk opini publik. Biasanya diberikan oleh sekelompok orang, organisasi, atau masyarakat yang ingin tercapai tujuannya. Media komunikasi banyak digunakan untuk melalukan propaganda ini. Kadangkala juga berupa pertemuan kelompok (crowds).Penampilan dari public figure kadang kala menjadi senjata yang ampuh untuk melakukan proraganda ini.
D. Hubungan Antara Perilaku
Banyak pandangan yang menyatakan bahwa perilaku kolektif berkatian erat dengan tindakan agresi / kekerasan. Bahkan sejumlah studi banyak dilakukan untuk melihat pengaruh berkumpulnya orang dalam
1. Apakah terjadi kebangkitan emosi (arousal)
2. Apakah ada stimulator / pemicu dari lingkungan yang membahayakan? Alat agresi apakah muncul dalam kerumunan
3. Apakah ada provokator yang terorganisir? Provokator selalu menyemangati para anggota kelompoknya untuk tetap melakukan tindakan demonstrasi.
4. Apakah situasinya panas atau hujan? Situasi panas dapat membuat situasi tidak nyaman, dan situasi ini dapat mudah menyulut kekerasan.
5. Apakah munculnya sesaat atau bersifat kronis? Perilaku kolektif yang munculnya sesaat umumnya tidak menimbulkan agresi, terkecuali memang sudah ada konflik didalamnya.
6. Adakah keberpihakan dalam perilaku kolektif ?Konsep ini muncul dari adanya pemahamana bahwa bila ada dua kelompok atau lebih yang sedang berkompetisi, maka mereka akan saling berusaha untuk mengalahkan yang lain
7. Adakah motif dasar yang melatarbelakangi munculnya perilaku kolektif?Perilaku kolektif akan menjadi sangat berbahaya apabila dalam kolektivitasnya itu dipicu oleh masalah kebutuhan pokok.
8. Apakah ada organisasi yang mensponsori? Kekerasan akan semakin meningkat konstelasinya apabila ada dukungan sponsorship yang kuat, sehingga perilaku kolektif ini akan berlangsung lama. Oleh karena itu, kesiapan logistik yang cukup harus dilakukan dan dicarinya upaya strategi yang tepat untuk mengatasinya.
E. Teori-Teori Perilaku Kolektif
Dalam tulisan ini, ada tiga teori yang seringkali digunakan untuk menjelaskan kejadian perilaku
1. Social Contagion Theory (Teori Penularan sosial) menyatakan bahwa orang akan mudah tertular perilaku orang lain dalam situasi sosial
2. Emergence Norm Theory: menyatakan bahwa perilaku didasari oleh norma kelompok, maka dalam perilaku kelompok ada norma sosial mereka yang akan ditonjolkannya. Bila norma ini dipandang sesuai dengan keyakinannya, dan berseberangan dengan nilai / norma aparat yang bertugas, maka konflik horizontal akan terjadi.
3. Convergency Theory: menyatakan bahwa kerumunan
4. Deindivuation Theory, menyatakan bahwa ketika orang dalam kerumunan, maka mereka akan ”mneghilangkan” jati dirinya, dan kemudian menyatu ke dalam jiwa
F. Bagaimana Cara Menyikapi Perilaku
1. Memahami bentuk perilaku kolektif
2. Memahami motif perilaku kolektif
3. Perencanaan penyelesaian yang matang
4. Kesiaan mental petugas
5. Pengendalian diri yang baik
6. Keberanian dalam bersikap
BAB II
KESIMPULAN
Psikologi
Neil Smelser menyebutkan ada beberapa kondisi yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif yaitu:
1. Failure of Social Control
2. Structural conduciveness
3. Structural Strain
4. Generalized beliefs
5. Precipitating factors
6. Mobilization for actions
Macam-Macam Bentuk Perilaku Kolektif, meliputi: 1) Crowd (kerumunan), 2) Mob,
3) Panic, 4) Rumor, 5) Opini public, 6) Propaganda.
Teori-Teori Perilaku Kolektif yang meliputi: 1)Social Contagion Theory (Teori Penularan sosial), 2) Emergence Norm Theory, 3) Convergency Theory, 4) Deindivuation Theory.
DAFTAR LITERATUR
· Widayatun TR, Ilmu Perilaku, 1999, Sagung Seto
· Harrison, Albert A., 1976, Individual and Group,Understanding Social behavior, Brooks/Cole Publishing Company,
· Jonhson, David W.; Johnson, Frank P., 19982, Joining Together, Group Theory and Group Skill, Second Edition, Prentice-Hall, Inc., New Jersey
·
· Wirawan, Sarlito, 1997, Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan, Universitas Indonesia, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar