Selasa, 28 Oktober 2008

CIVIL SOCIETY in Bracket MASYARAKAT MADANI

CIVIL SOCIETY

(This short note was delivered while addressing presentation on "Civil Society" held by Partai Keadilan Sejahtera branch Pakistan, Agust 5, 2008)


Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan dasaran konstitusionil bagi pembentukan masyarakat madani atau Civil Society, yaitu masyarakat yang berperadaban. Civil Society secara literatur Inggris berarti Masyarakat Sipil, namun padanan yang dirasa paling tepat adalah masyarakat madani atau beradab. Inilah tatanan masyarakat yang demokratis, terbuka dan berkeadilan sosial serta berwawasan kedepan hingga masa setelah kehidupan dunia berakhir (demi memberikan sedikit pembeda antara konsep Islam dan Barat).

Sejarah dan perkembangan konsep Masyarakat Madani di Eropa biasanya dikaitkan pada runtutan historis masa Pencerahan pada abad ke-18. Sebelum masa itu, para sarjana klasik telah memberikan andil yang cukup signifikan dalam proses pembentukan masyarakat madani tersebut. Para pemikir dan ahli filsafat semisal Plato dan Aristoteles menawarkan beberapa konsep pemikiran yang brilian, seperti good society, dialog publik “dialectic”, common good, philosopher kings dan lain sebagainya. Munculnya bermacam tawaran ide dan konsepsi diatas bermuara pada satu tujuan, pencapaian masyarakat yang adil dan damai, masyarakat madani. Pun para sarjana periode Pencerahan, juga memberikan kontribusi pemikiran yang lebih modern dan sistematis, merefleksikan pengaruh kejadian-kejadian kemanusian dan perubahan sosial yang terjadi silih berganti di Eropa. Seperti Thomas Hobbes dengan teori sosial kontraknya dan John Lock dengan konsepsi Leviathan.

Sejarah Islam menuliskan, betapa Rasulullah SAW memberikan teladan yang baik dalam pembentukan masyarakat madani ini. Setelah melewati fase dakwah yang sangat sulit di Mekkah, beliau diperintahkan untuk hijrah ke Yatsrib, sebuah kota yang terletak sejauh 400 KM dari Mekkah. Disinilah fase baru dimulai, ketika peletakan batu pertama sistem dakwah Islam terlingkup dalam sebuah institusi pemerintahan yang sangat modern pada zamannya. Sebuah pelembagaan masyarakat yang tercatat dalam Piagam Madinah. Inilah yang menjadi bukti konkret betapa masyarakat Madinah telah meletakkan dasar-dasar masyarakat madani. Piagam ini menggariskan ketentuan hidup bersama dan untuk pertama kalinya, memperkenalkan kepada manusia wawasan kebebasan, utamanya di bidang agama dan politik.

Hablum mina-l-Allah merupakan salah satu landasan pembentukan masyarakat madani. Ini berarti, bahwa perjuangan Rasulullah SAW tersebut bertujuan pencapaian sistem sosial yang demokratis, terbuka, adil dan berorientasi pada ketakwaan kepada Allah SWT. Konsep ini meletakkan sandaran tertinggi pada kuasa Tuhan sebagai refleksi terhadap hubungan vertikal antara hamba dan Tuhannya. Dan, jika sikap ketakwaan ini tulus dan baik, maka akan terealisasi dalam pembentukan semangat perikemanusiaan, berupa sikap toleran, mengasihi dan menolong sesama, menghargai orang lain dan lain sebagainya. Inilah dimensi hablun-min-an-naas, relasi horizontal antara hamba dan hamba. Demikianlah esensi masyarakat madani atau Civil Society yang dibangun oleh Nabi. Masyarakat yang berbudi luhur, berperadaban, mengasihi sesama dan berserah diri pada Tuhan.

Hingga saat ini, Indonesia harus mengalami bermacam krisis sosial, politik dan keamanan. Upaya reformasi dan runtuhnya dominasi otoriter Orde Baru, memberikan angin segar bagi lahirnya fondasi demokrasi di segala bidang. Meski demikian, tegaknya supremasi hukum, penghargaan terhadap HAM, sistem politik yang memungkinkan Checks and Balances antar lembaga pemerintah, sebagai unsur penting penegakan demokrasi, masih sebatas mimpi. Negara berjalan tertatih-tatih untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Ironisnya, masyarakat belum terlalu “cerdas” untuk memahami konsep demokrasi yang aplikatif, menganggap seakan-akan seluruh permasalahan bisa diselesaikan melalui unjuk rasa atau mendirikan organisasi tandingan. Demokrasi ternyata tidak cukup dibangun dengan terpilihnya pemimpin sipil melalui pemilihan umum yang jujur dan adil atau kolaps-nya sebuah pemerintahan yang otoriter.

Salah satu konsep yang bisa ditawarkan, terkait pembentukan Civil Society adalah memperkuat supremasi pemerintah dan konsolidasi masyarakat sebagai penyeimbang negara. Maka, diperlukan sebuah upaya reposisi kelembagaan politik, publik dan sosial kemasyarakatan dan kemudian diimbangi oleh pemahaman terhadap worldview yang berorientasi pada nilai-nilai religius, etika dan moral dalam setiap individu.

SUMBER BACAAN:

-Azra, Azyumardy, Civil Society dan Agama, Republika, Resonansi, Thursday, 12 July 2007
-Center, Madani, Menemukan Sosok Masyarakat Madani Indonesia Bag, The Indonesian Information center for better lives, Tuesday, July 22, 2008
-E:\News\Civil Society\Civil society - Wikipedia, the free encyclopedia.mht
-E:\News\Civil Society\Imparsial Report.mht
-Hamid, Usman, Kelompok HAM: Dari Resistensi Menuju Akuntabilitas Moral dan Prosedural, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
-Istilah "Masyarakat Madani" dan Perkembangannya di Indonesia, bahtera@egroups.com, Sat, 14 Aug 1999 20:29:01 +0100,
-Madjid, Nurcholish, Menuju Masyarakat Madani
-O'Brien, Roy, Philosophical History of the Idea of Civil Society, February 1999

Tidak ada komentar: